Selasa, 19 November 2013

KEMACETAN IBUKOTA



                                                        Tulisan Kecil Untuk Jakarta

Kata orang, hidup di Jakarta itu tua di jalan. Perjalanan yang normalnya bisa ditempuh dalam waktu 10 sampai 15 menit, ternyata memakan waktu dua jam, bahkan lebih. Ukuran normal pun berubah. Dan kita pun pasti punya ukuran masing-masing dalam hal estimasi waktu agar dapat sampai di kantor tepat waktu, tidak terlambat saat meeting, atau pun agar pasangan nggak marah karena kita terlambat menjemput.
Semuanya sudah menjadi makanan kita sehari-hari. Macet ibarat nafasnya orang Jakarta. Capek? Sudah pasti. Kesel? Setiap hari. Marah? Sering. Namun apakah semuanya dapat mengurangi kemacetan dan dalam sekejap membuat Jakarta menjadi kota dengan lalu lintas yang teratur? Jawabannya tentu saja tidak. Dan yang bisa kita lakukan adalah mensyukuri dan menikmati kenyataan dengan cara-cara yang kita miliki. Karena seperti kata pepatah, life isn’t about waiting for the storm to pass, it’s about learning to dance in the rain.
Tulisan ini pun ditujukan untuk hal itu. Kita akan mencoba untuk melihat kemacetan dari kacamata yang berbeda. Jika selama ini kita selalu melihat kemacetan dengan kacamata minus, kali ini kita akan mencoba untuk melihatnya dengan kacamata hitam. Kacamata yang lebih positif, santai, dan bahagia.
Pertanyaan berikutnya adalah, gimana bisa positif, santai, atau bahagia jika kenyataannya kemacetan selalu membuat kita naik darah setiap hari? Kuncinya adalah bagaimana kita bersyukur dan percaya bahwa selalu ada hikmah di balik setiap kejadian, termasuk di balik kemacetan.

  Hikmah pertama: Menikmati musik.
Mari kita hitung berapa rupiah yang sudah kita keluarkan untuk membeli koleksi CD kita (pastinya CD asli ya, bukan bajakan). Atau mungkin berapa banyak hutang yang harus kita bayar kepada bank karena menggesek kartu kredit untuk membeli lagu yang akhirnya terputar di iPod kita. Dengan adanya kemacetan, artinya kita mempunyai waktu lebih untuk menikmati koleksi musik yang kita miliki. Bahkan sampai hapal liriknya!
  Hikmah kedua: Ngobrol. 
Terjebak di dalam mobil berjam-jam tentunya akan jadi tidak terasa jika ada orang lain yang bersama kita di dalam mobil yang sama. Karena kita akan menghabiskan waktu untuk ngobrol ngalor ngidul. Dan untuk yang lagi galau, momen ini bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk curhat.
  Hikmah ketiga: Introspeksi diri.
Jika kasusnya adalah kita terjebak macet sendirian, maka kita tidak mempunyai pilihan lain selain diam atau bernyanyi (bukan main handphone!). Namun selain kedua hal tersebut, sebenarnya kita juga bisa memanfaatkan momen ini untuk merenung, introspeksi diri, atau memikirkan jalan keluar dari masalah yang sedang dihadapi. Tapi hati-hati, jangan ngelamun, nanti nabrak mobil depan atau masih berhenti padahal mobil-mobil lain sudah jalan.
  Hikmah keempat: Tidur.
Daripada sibuk mengumpat, sebenarnya kita bisa menggunakan waktu kita yg terbuang berjam-jam di jalan untuk sesuatu yang lebih bermanfaat, yaitu tidur. Membayar waktu tidur malam kita yang terpotong karena lembur atau terlalu banyak agenda bergaul.
Hal ini bisa dilakukan jika kita menggunakan kendaraan umum, dengan tetap waspada terhadap barang bawaan kita pastinya. Atau jika menggunakan mobil pribadi, berarti kondisinya adalah harus ada orang lain yang mengemudikan mobil kita. Jika yang mengemudi adalah pasangan
atau sahabat kita, maka pastikan kita sudah memberitahu mereka bahwa kita akan tidur. Karena jika tidak, hal ini berpotensi untuk menyinggung perasaan. Disangka supir kali!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar