Tulisan
Kecil Untuk Jakarta
Kata orang, hidup di Jakarta itu tua
di jalan. Perjalanan yang normalnya bisa ditempuh dalam waktu 10 sampai 15
menit, ternyata memakan waktu dua jam, bahkan lebih. Ukuran normal pun berubah.
Dan kita pun pasti punya ukuran masing-masing dalam hal estimasi waktu agar
dapat sampai di kantor tepat waktu, tidak terlambat saat meeting, atau
pun agar pasangan nggak marah karena kita terlambat menjemput.
Semuanya sudah menjadi makanan kita
sehari-hari. Macet ibarat nafasnya orang Jakarta. Capek? Sudah pasti. Kesel?
Setiap hari. Marah? Sering. Namun apakah semuanya dapat mengurangi
kemacetan dan dalam sekejap membuat Jakarta menjadi kota dengan lalu lintas
yang teratur? Jawabannya tentu saja tidak. Dan yang bisa kita lakukan adalah
mensyukuri dan menikmati kenyataan dengan cara-cara yang kita miliki. Karena
seperti kata pepatah, life isn’t about waiting for the storm to pass, it’s
about learning to dance in the rain.
Pertanyaan berikutnya adalah, gimana
bisa positif, santai, atau bahagia jika kenyataannya kemacetan selalu
membuat kita naik darah setiap hari? Kuncinya adalah bagaimana kita bersyukur
dan percaya bahwa selalu ada hikmah di balik setiap kejadian, termasuk di balik
kemacetan.
Hikmah pertama: Menikmati musik.
Mari kita hitung berapa rupiah yang
sudah kita keluarkan untuk membeli koleksi CD kita (pastinya CD asli ya, bukan
bajakan). Atau mungkin berapa banyak hutang yang harus kita bayar kepada bank
karena menggesek kartu kredit untuk membeli lagu yang akhirnya terputar di iPod
kita. Dengan adanya kemacetan, artinya kita mempunyai waktu lebih untuk
menikmati koleksi musik yang kita miliki. Bahkan sampai hapal liriknya!
Hikmah kedua: Ngobrol.
Terjebak di dalam mobil berjam-jam
tentunya akan jadi tidak terasa jika ada orang lain yang bersama kita di dalam
mobil yang sama. Karena kita akan menghabiskan waktu untuk ngobrol ngalor
ngidul. Dan untuk yang lagi galau, momen ini bisa dimanfaatkan semaksimal
mungkin untuk curhat.
Hikmah ketiga: Introspeksi diri.
Jika kasusnya adalah kita terjebak
macet sendirian, maka kita tidak mempunyai pilihan lain selain diam atau
bernyanyi (bukan main handphone!). Namun selain kedua hal tersebut,
sebenarnya kita juga bisa memanfaatkan momen ini untuk merenung, introspeksi
diri, atau memikirkan jalan keluar dari masalah yang sedang dihadapi. Tapi
hati-hati, jangan ngelamun, nanti nabrak mobil depan atau masih berhenti
padahal mobil-mobil lain sudah jalan.
Hikmah keempat: Tidur.
Hikmah keempat: Tidur.
Daripada sibuk mengumpat, sebenarnya
kita bisa menggunakan waktu kita yg terbuang berjam-jam di jalan untuk sesuatu
yang lebih bermanfaat, yaitu tidur. Membayar waktu tidur malam kita yang
terpotong karena lembur atau terlalu banyak agenda bergaul.
Hal ini bisa dilakukan jika kita
menggunakan kendaraan umum, dengan tetap waspada terhadap barang bawaan kita
pastinya. Atau jika menggunakan mobil pribadi, berarti kondisinya adalah harus
ada orang lain yang mengemudikan mobil kita. Jika yang mengemudi adalah
pasangan
atau sahabat kita, maka pastikan
kita sudah memberitahu mereka bahwa kita akan tidur. Karena jika tidak, hal ini
berpotensi untuk menyinggung perasaan. Disangka supir kali!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar