Suku tengger adalah warga asli yang mendiami kawasan Gunung Bromo dan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, di Jawa Timur. Masyarakat suku Tengger sejak awal merupakan penganut Hindu yang taat dan sedikit berbeda dengan yang ada di Bali.
Suku Tengger adalah pemeluk agama Hindu lama dan tidak seperti pemeluk
agama Hindu umumnya yang memiliki candi atau kuil sebagai tempat
peribadatan. Hingga kini mereka meyakini sebagai keturunan langsung dari
pengikut Kerajaan Majapahit.
Tingkat pertumbuhan penduduk suku
Tengger yang berdiam di kawasan pegunungan Tengger ini tergolong rendah.
Meskipun keberadaan mereka terpusat di sekitar kawasan tersebut tetapi
persebarannya kini telah mencapai sebagian wilayah Kabupaten Pasuruan,
Lumajang, Probolinggo, dan Malang.
Suku Tengger di Bormo dikenal sangat
berpegang teguh pada adat dan istiadat Hindu lama yang menjadi pedoman
hidup mereka. Keberadaan suku ini juga sangat dihormati oleh penduduk
sekitar karena menerapkan hidup sederhana dan jujur. Mata pencaharian
mereka sebagian besar adalah petani dan bahasa yang mereka gunakan
sehari-hari adalah bahasa Jawa Kuno. Mereka tidak memiliki kasta bahasa,
sangat berbeda dengan bahasa Jawa yang dipakai umumnya memiliki
tingkatan bahasa.
Dari namanya asal-usul kata tengger berasal gabungan dua kata, yaitu teng dan ger. Keduanya merupakan akhiran kata dari dua nama, yaitu Roro An-teng dan Joko Se-ger.
Hal itu terkait Legenda Roro Anteng dan Joko Seger. Menurut penuturan
masyarakat setempat, diyakini bahwa mereka adalah keturunan Roro Anteng,
yaitu seorang putri dari raja Majapahit dan Joko Seger, yaitu putera
seorang brahmana. Asal mula nama suku Tengger diambil dari nama belakang
Rara Anteng dan Jaka Seger. Keduanya membangun pemukiman dan memerintah di kawasan Tengger ini kemudian menamakannya sebagai Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger atau artinya “Penguasa Tengger yang Budiman”.
Disebutkan bahwa Rara Anteng adalah
wanita yang sangat cantik sehingga banyak pria berebut memperistrinya.
Akan tetapi, Rara Anteng sendiri jatuh hati pada seorang putra brahma
bernama Joko Seger. Hubungan mereka terhalang oleh seorang penjahat
sakti bernama Kyai Bima dan ingin menjadikan Rara Anteng sebagai istri.
Rara Anteng menolak pinangan Kyai Bima dengan isyarat mengharap
dibuatkan lautan pasir di atas gunung dalam waktu satu malam. Tidak
dikira ternyata Kyai Bima menyanggupinya kemudian berupaya membuat
lautan pasir menggunakan tempurung (batok) dan untuk mengairi lautan
pasir tersebut dibuatlah sumur raksasa. Melihat Kyai Bima hampir
berhasil, Roro Anteng kemudian bergesgas menggagalkannya dengan cara
menumbuk padi sekeras mungkin agar ayam berkokok dan burung berkicau
sebagai pertanda pagi hari telah tiba. Hal itu ternyata membuat Kyai
Bima terkecoh dan menyerah sehingga meninggalkan pekerjaannya. Sisa-sisa
pekerjaan Kyai Bima terlantar di kawasan ini, yaitu: hamparan lautan
pasir di bawah Gunung Bromo yang disebut Segara Wedhi, sebuah
bukit berbentuk seperti tempurung di selatan Gunung Bromo yang disebut
Gunung Batok, serta gundukan tanah yang tersebar di kawasan Tengger,
meliputi: Gunung Pundak-Lembu, Gunung Ringgit, Gunung Lingga. Gunung
Gendera, dan lainnya.
Suku Tengger di Gunung Bromo rutin
mengadakan beberapa upacara adat dan yang terbesar adalah Hari Raya
Yadnya Kasada atau Upacara Kasodo. Saat perayaan hari besar suku Tengger
ini Gunung Bromo bukan hanya dikunjungi umat Hindu Tengger dari
berbagai penjuru Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
tetapi umat Hindu dari Bali yang merasa mereka adalah keturunan dari
Kerajaan Majapahit. Tidak hanya itu, saat upacara ini berlangsung, Pura
Luhur Poten Bromo yang berada di antara Gunung Batok dan Gunung Bromo
akan dikunjungi oleh banyak wisatawan dari berbagai negara dan penjuru
Tanah Air.
Selain upacara Yadnya Kasada,
ada juga Hari Raya Karo dan Unan-Unan. Berhubungan dengan siklus
kehidupan warga suku Tengger juga diadakan ritual adat yaitu: saat
kelahiran (upacara sayut, cuplak puser, tugel kuncung), menikah (upacara walagara), kematian (entas-entas, dan lainnya), upacara adat berhubungan siklus pertanian, mendirikan rumah, dan juga terkait adanya gejala alam seperti leliwet dan barikan.
Apabila Anda ingin bertemu dan
berinteraksi langsung dengan warga suku Tengger maka persebaran utama
mereka ada di sekitar Gunung Bromo dan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Untuk menuju lokasi ini maka Anda dapat melalui Kota Surabaya atau Kota Malang
menggunakan mobil sewaan atau kendaraan umum. Anda dapat menginap di
salah satu hotel di kawasan ini untuk memastikan melihat Matahari terbit
yang menakjubkan di Bromo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar